Makalah: Penerapan Bacillus thurungiensis dalam Perakitan Tanaman Kedelai Transgenik Tahan Hama

PENERAPAN Bacillus thurungiensis DALAM PERAKITAN TANAMAN KEDELAI TRANSGENIK TAHAN HAMA




 Image result for logo uny


Disusun Oleh:
Nama : Achmad Ramadhanna’il R
NIM : 16307144029




PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018

BAB I PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kedelai (Glycine max)  merupakan tanaman polong-polongan yang digolongkan ke dalam famili Leguminoceae, sub famili Papilionoideae (Suprapto, 1997). Kedelai merupakan sumber utama protein nabati maupun minyak nabati di dunia. Kadar protein kedelai mencapai 40%, sedangkan pada produk kedelai, kandungan proteinnya bervariasi misalnya, tepung kedelai 50%, konsentrat protein kedelai 70% dan isolat protein kedelai 90% (Winarsi, 2010). Kedelai merupakan bahan baku beberapa makanan pokok rakyat Indonesia dan dapat diandalkan sebagai pemenuh kebutuhan protein masyarakat. Kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk, misal tahu, tempe, atau susu kedelai (Nugroho, 2007). Mayoritas kedelai yang beredar di Indonesia adalah kedelai hasil impor. Tahun 2017 impor kedelai Indonesia mencapai 2,7 juta ton dari berbagai negara dengan mayoritas dari Amerika Serikat (BPS, 2018).

Tanaman transgenik adalah tanaman yang gen-gennya telah dimodifikasi menggunakan teknik rekayasa genetika (Priyanto dan Yudhasasmita, 2017). Tanaman ini dihasilkan dengan menginduksi gen-gen dari organisme atau makhluk hidup lain sehingga diperoleh sifat-sifat yang diinginkan (Karmana, 2009). Tanaman ini kemudian ditumbuhkan secara normal seperti tanaman non-transgenik sejenisnya (Muladno, 2002). Tanaman transgenik umumnya menginduksi gen-gen dari organisme yang memiliki sifat unggul tertentu, sehingga tanaman transgenik memiliki kelebihan antara lain kualitas lebih unggul dan lebih tahan hama (Amirhusin, 2004).

Thurungiensis (Bt) merupakan bakteri gram positif yang bebentuk batang (Bahagiawati, 2002). Apabila lingkungan hidup tidak menguntungkan, bakteri ini akan membentuk fase sporulasi (Bravo, et al, 1998). Dalam fase sporulasi, bakteri ini akan membentuk satu atau lebih jenis kristal protein yang disebut δ-endotoksin (Bahagiawati, 2002). Bacillus thuringiensis dapat tumbuh pada medium yang memiliki pH berkisar antara 5.5 - 8.5 dan tumbuh optimum pada pH 6.5 - 7.5 dengan suhu optimum untuk pertumbuhan Bacillus thuringiensis berkisar antara 10°-50°C (Benhard dan Utz, 1993; Hatmanti, 2000). Bakteri ini umumnya ditemukan di tanah, air, pepohonan,permukaan tumbuhan, pakan ternak, dan bangkai maupun serangga yang sekarat (Bravo, et al., 1998; Zeigler, 1999).

Bt endotoksin atau sering disebut δ-endotoksin yang dihasilkan oleh bakteri Thurungiensis merupakan protoksin yang apabila larut di dalam usus serangga akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27149 kd) dan mempunyai sifat insektisidal. Apabila serangga memakan protein tersebut, maka serangga akan mati. Oleh karena itu protein ini dapat dimanfaatkan sebagai insektisida alami (Bravo, et al, 1998). Menurut penelitian Karmana (2009), gen penghasil protein ini dapat disisipkan kedalam tanaman sehingga tanaman dapat menghasilkan protein δ-endotoksin yang dapat membunuh serangga pengganggu pemakan bagian tanaman sehingga tanaman transgenik akan lebih tahan hama dibandingkan dengan tanaman non transgenik sejenisnya.

B.     Rumusan Masalah

  1. Bagaimana cara menyisipkan gen penghasil protein δ-endotoksin ke dalam tanaman kedelai?
  2. Apakah tanaman kedelai yang dimodifikasi dengan gen penghasil protein δ-endotoksin dapat menjadi lebih tahan hama?
  3. Apakah kelebihan tanaman kedelai transgenik dibanding dengan tanaman kedelai konvensional?

C.     Tujuan

  1. Mengetahui cara kerja menyisipkan gen penghasil protein δ-endotoksin ke tanaman kedelai.
  2. Mengetahui ketahanan hama tanaman kedelai yang telah dimodifikasi dengan gen penghasil protein δ-endotoksin.
  3. Mengetahui kelebihan tanaman kedelai transgenik.

BAB II PEMBAHASAN

A.      Perakitan Tanaman Kedelai Transgeik

Prosedur perakitan tanaman kedelai transgenik tahan hama ini merujuk kepada penelitian yang dilakukan oleh Bahagiawati (2004) sebagai berikut:




 

Langkah awal yang dilakukan sebelum mulai merakit tanaman transgenik tahan hama adalah menentukan prioritas jenis atau spesies serangga yang akan dikendalikan oleh tanaman transgenik. Dalam hal ini adalah hama yang menyerang daun tanaman kedelai, kemudian dilanjutkan dengan menentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan. Selanjutnya dilakukan kloning gen tersebut dengan cara memasukkan DNA pengkode protein cry ke dalam vektor kloning, misalnya plasmid Bacillus thuringiensis.

Apabila gen telah diperbanyak, selanjutnya dilakukan induksi gen ke dalam sel yang berasal dari daun tanaman kedelai dengan metode senjata gen atau metode mikro proyektil. Metode ini menggunakan senjata penembak mikro proyektil berkecepatan tinggi yang akan mengantarkan DNA masuk ke dalam sel tanaman. Metode ini dipilih karena memberikan hasil yang bersih dan lebih aman, meskipun kemungkinan terjadi kerusakan sel selama penembakan berlangsung.

Setelah proses transfer DNA selesai, dilakukan proses penyeleksian terhadap sel daun untuk mendapatkan sel yang berhasil disisipi gen cry. Hasil seleksi sel kemudian ditumbuhkan menjadi kalus hingga nantinya akan tumbuh membentuk akar dan tunas. Apabila tanaman muda telah terbentuk, maka dapat dipindahkan ke tanah dan ditumbuhkan seperti tanaman non transgenik sejenisnya dan sifat baru tanaman dapat diamati.

B.       Analisis Kemampuan Ketahanan Hama Tanaman Kedelai Transgenik

Hasil penelitian laboratorium yang dilakukan oleh Bahagiawati (2001) menunjukkan bahwa beberapa jenis hama dapat menjadi resisten terhadap Bt toksin, sehingga terdapat beberapa macam strategi yang dilakukan untuk memperlambat atau menghindari proses terjadinya resistensi hama Bt toksin. Strategi ini umumnya lebih ditekankan penerapannya pada tanaman transgenik, salah satu contohnya adalah program resistance management dari tanaman transgenik tahan hama.

C.       Hasil Analisis

Secara keseluruhan Bt-endotoksin yang digunakan dalam tanaman kedelai transgenik mempengaruhi populasi hama alami tanaman kedelai. Pengaruh toksin ini sangat spesifik bergantung pada jenis gen cry yang dihasilkan oleh tanaman transgenik, jenis hama, dan jenis predator/parasitnya. Penelitian tentang pengaruh Bt-endotoksin terhadap hama alami tanaman kedelai telah dilakukan baik di laboratorium maupun di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terlihat perbedaan yang sangat signifikan terhadap ketahanan serangan hama tanaman kedelai transgenik dibandingkan dengan tanaman kedelai non transgenik.

Bt-endotoksin yang digunakan sebagai insektisida tidak toksik terhadap serangga parasitoid, meskipun ada beberapa kasus yang dilaporkan berbeda. Hal ini dimungkinkan karena serangga parasitoid memiliki karakteristik yang berbeda antara imago dan larvanya. Tanaman kedelai transgenik lebih efektif dalam menangani serangga parasitoid ketika dalam fase larva karena Bt-endotoksin dapat terekspos lebih luas ke dalam tubuh larva sehingga menghasilkan efek toksik yang lebih efektif untuk menangani serangga jenis parasitoid.

Pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa penggunaan Bt-endotoksin dalam tanaman kedelai transgenik tidak mempengaruhi predator alami hama tanaman tersebut. Percobaan yang dilakukan di tanah lapang juga memperlihatkan bahwa tidak adanya pengaruh populasi dari predator hama Nabidae (Hilbeck et al.,1998; Schuler et al., 1999).

BAB III PENUTUP

      A.    Kesimpulan

  1. Penyisipan gen penghasil protein δ-endotoksin ke dalam tanaman kedelai dapat dilakukan melalui metode senjata penembak mikro proyektil berkecepatan tinggi yang akan mengantarkan DNA masuk ke dalam sel tanaman.
  2. Tanaman kedelai yang telah dimodifikasi dengan gen penghasil protein δ-endotoksin memiliki ketahanan hama yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman kedelai non transgenik dikarenakan kemampuannya menghasilkan protein δ-endotoksin yang berfungsi sebagai insektisida.
  3. Kelebihan tanaman kedelai transgenik yaitu tanaman kedelai menjadi lebih resistan terhadap hama dibandingkan dengan tanaman kedelai non transgenik.

      B.     Saran

Perlu diadakannya penelitian tentang bagaimana jenis gen cry yang diinduksikan kedalam tanaman kedelai untuk menangani jenis hama yang berbeda beda. Selain itu dapat pula dilakukan penelitian tentang kombinasi dari berbagai jenis gen untuk menemukan jenis gen cry yang dapat menangani segala jenis hama tanaman kedelai secara universal.

DAFTAR PUSTAKA

Amirhusin, Bahagiawati. 2004. Penggunaan Bacilus Thuringiensis sebagai Bioinsektisida. Bogor : Buletin Agro Bio.
Amirhusin, Bahagiawati.2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Bogor: Jurnal Litbang Pertanian.
Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Kedelai Menurut Provinsi (ton) 1993-2015. https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/871 (diakses pada 25 Desember 2018).
Bahagiawati. 2001. Managemen resistensi serangga hama pada tanaman transgenik Bt. Buletin Agrobio 4(1): 1- 8.
Bahagiawati. 2002. Penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida. Jurnal Agrobio. 5(1):21-28.
Bernhard K., R. Utz. 1993. Production of Bacillus thuringiensis Insecticides for Experimental and Commeercial Uses, Hlm. 255-265. Di dalam P. F. Entwilse, J. S. Cory, M. J. Bailey dan S. Higgs (Penyunting). Bacillus thuringiensis an Enviromental Biopesticide theory and Practice. John Wiley and Sons, Chichester.
Bravo A, Sarabia S, Lopez L, Ontiveros H, Abarca C, Ortiz A, Ortiz M, Lina L, Villalobos F, Pena G, Nunez-Valdez M, Soberon M, Quintero R. 1998. Characterization of cry genes in a Mexican Bacillus thuringiensis strain collection. Appl Environ Microbiol 64: 4965-4972.
Hatmanti, A. 2000. Pengenalan Bacillus Spp. Oseana, 25(1): 31-41.
Hilbeck, A., M. Baumgartner, P.M. Fried, and F. Bigler. 1998. Effects of transgenic Bacillus thuringiensis corn-fed prey on mortality and development time of immature Chrysoperla carnea (Neuroptera: Chrysopidae). Environ. Entomol. 27:480-487
Karmana IW. 2009. Adopsi tanaman transgenik dan beberapa aspek pertimbangannya. Ganec Swara.Vol. 3 No.2 September 2009.
Muladno. 2002. Teknologi Rekayasa Genetika. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda.
Nugroho AI. 2007. Penentuan proporsi inokulum tempe tip hasil perbaikan pada proses pembuatan tempe di UKM tempe Sanan kota Malang (skripsi). Malang: Jurusan tekhnologi pertanian Universitas Brawijaya.
Schuler, T.H., G.M. Poppy, B.R. Kerry, and I. Denholm. 1998. Insect resistant transgenic plants. TibTech. 16:168-175.
Suprapto. 1997. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya: Jakarta.
Winarsi, Heri. 2010. Protein Kedelai dan Kecambah Manfaatnya bagi Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius.
Yuwono Prianto., dan Swara Yudhasasmita. 2017. Tanaman Genetically Modified Organism (Gmo) Dan Perspektif Hukumnya Di Indonesia. Journal of Biology. 10 (2) : 2-10.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar