LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM
REGULASI DAN HOMEOSTASIS
Disusun:
Nabila Fatima Ahmad NIM.
16307141016
Batrisya NIM. 16307141017
Zamhariroh Marsa F NIM.
16307144032
Laila Khoiriyah L NIM.
16307141014
Dharma Yudha NIM. 16307144022
Achmad Ramadhanna’il R NIM. 16307144029
KIMIA
F
JURUSAN
PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
NEGERI YOGYAKARTA
2016/2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
TUJUAN
Tujuan dalam
praktikum ini adalah:
1.
Dapat mengamati adanya koordinasi aktivitas sistem organ
pernapasan dan sistem transportasi pada saat tubuh bekerja keras.
2.
Dapat menunjukkan bentuk koordinasi yang terjadi antara sistem
pernapasan dan sistem transportasi.
3.
Dapat mengamati dan merasakan gejala perkeringatan sebagai
bagian mekanisme regulasi suhu tubuh.
4.
Dapat menjelaskan mekanisme pengaturan suhu tubuh.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengaruh aktivitas terhadap frekuensi pernapasan,
denyut nadi, suhu tubuh dan perkeringatan?
2.
Bagaimana cara menyeimbangkan sistem-sistem yang bekerja
dalam tubuh?
BAB II
DASAR TEORI
A.
DASAR TEORI
Didalam tubuh makhluk hidup terdapat sistem regulasi yang akan mengatur
semua sistem organ di dalam tubuhnya agar semua sistem tersebut dapat bekerja
secara seimbang. Sistem regulasi itu bekerja untuk menerima rangsangan,
mengolahnya, dan kemudian meneruskanya untuk menanggapi rangsangan tersebut.
Sistem regulasi yang dimiliki oleh hewan termasuk manusia meliputi sistem saraf
beserta indra dan sistem endoktrin. Sistem saraf pada manusia dibedakan menjadi
dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat
merupakan pusat dari sistem saraf, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang (Subahar, 2009:67).
Homeostasis merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan
dalam menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya. Proses homeostasis dapat
terjadi apabila tubuh mengalami stres, yang secara alamiah tubuh akan melakukan
mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi agar tetap seimbang.
Homeostasis adalah suatu proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi terhadap
terhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus menerus. (Alimul
Aziz, 2006:2)
Lebih
dari seabad yang lalu, ahli fisiologi Perancis Claude Benard mengetengahkan
perbedaan antara lingkungan eksternal yang mengelilingi seekor hewan dan
lingkungan internal dimana sel-sel hewan tersebut sesungguhnya hidup. Lingkungan
internal vertebrata disebut cairan interstitial (interstitial fluid). Cairan yang
mengisi ruangan antara sel-sel tersebut mempertukarkan nutrien dan buangan
dengan darah yang terdapat dalam pembuluh mikroskopis yang disebut kapiler. Benard juga mengamati bahwa
banyak hewan cenderung mempertahankan kondisi relatif konstan dalam lingkungan
internalnya, meskipun lingkungan eksternalnya berubah. Hydra yang mendiami
kolam tidak berdaya untuk memengaruhi suhu cairan yang menggenangi sel-selnya,
tetapi tubuh manusia dapat mempertahankan kolam internalnya pada suhu yang
kurang lebih konstan sekitar 37C. Tubuh manusia juga dapat mengontrol pH darah
dan pH cairan lnterstisial sehingga tetap berada dalam kisaran perubahan
sepersepuluh satuan dari pH 7,4, dan mengatur jumlah gula dalam darah kita
sehingga tidak berfluktuasi dari konsentrasi 0,1% dalam jangka waktu yang lama.
Tentunya ada waktu-waktu dalam perkembangan seekor hewan, di mana perubahan
besar dalam lingkungan internal diprogram untuk terjadi. Misalnya, keseimbangan
hormon dalam darah manusia diubah secara radikal selama masa pubertas. Akan tetapi, stabilitas
lingkungan internal masih dapat dikatakan sebagai hal yang sungguh luar biasa.
Saat ini, konsep keseimbangan internal yang konstan yang diajukan oleh Benard
digabungkan ke dalam konsep homeostatis, yang berarti keadaan yang tunak atau steady state. (Campbell N. A, dkk. 2010:13)
Menurut Alimul Aziz (2006:3) homeostasis terdiri atas homeostasis
fisiologis dan psikologis. Homeostasis fisiologis dalam tubuh manusia dikendalikan
oleh system endokrin dan sistem saraf otonom. Proses homeostasis fisiologis
terjadi melalui empat cara berikut:
1.
Pengaturan diri. Sistem ini terjadi secara otomatis pada
orang sehat, contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh. (Alimul Aziz,
2006:3)
2.
Kompensasi. Tubuh akan cenderung bereaksi terhadap
ketidaknormalan yang terjadi di dalamnya. Misal, apabila secara tiba-tiba
lingkungan menjadi dingin maka pembuluh darah perifer akan mengalami konstriksi
dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan yang
dapat menghasilkan panas sehingga suhu tetap stabil, dan peningkatan keringat
untuk mengontrol kenaikan suhu tubuh. (Alimul Aziz, 2006:3)
3.
Umpan balik negatif. Proses ini merupakan penyimpangan dari
keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh secara otomatis akan melakukan
mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi. (Alimul
Aziz, 2006:3)
4.
Umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologis. Sebagai
contoh apabila seseorang mengalami hipoksia, akan terjadi proses peningkatan
denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukup ke sel tubuh. (Alimul
Aziz, 2006:3)
Homeostasis psikologis berfokus kepada keseimbangan
emosional dan kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup
dan interaksi dengan orang lain. Serta dipengaruhi oleh norma dan kultur
masyarakat. Contoh homeostasis psikologis adalah mekanisme mempertahankan diri,
seperti menangis, tertawa, berteriak, memukul, meremas, mencerca dan lain-lain.
(Alimul Aziz,
2006:3)
Mekanisme-mekanisme homeostasis untuk mengatur temperatur
terdapat berbagai tingkat. Tubuh kehilangan panas di permukaannya, sehingga
agar dapat dibuang panas harus dibawa ke permukaan. Panas bisa hilang melalui
radiasi, yang merupakan pergerakan gelombang energi elektromagnetik dari
permukaan tubuh ke medium udara. Panas juga bisa hilang melalui konduksi, yakni
transfer panas melalui kontak langsung dengan udara atau air yang lebih dingin.
Terakhir, panas bisa hilang melalui konveksi yakni hilangnya panas dari interior
tubuh akibat aliran udara atau air yang bergerak melalui kulit secara terus
menerus. (Fried Goerge, 2005:177)
Regulasi pada tubuh manusia misalnya terjadi saat
bernapas. Walaupun pernapasan dapat dilakukan atas sejumlah kendali sadar
melalui sinyal-sinyal dari korteks serebral, bernapas pada dasarnya dalah
sebuah respon tak sadar terhadap stimulasi-stimulasi neutral dan kimiawi. Organ
pernapasan yaitu paru-paru, paru-paru tidak mempunyai irama spontan, ventilasi
bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat
tersebut ke otot pernapasan. Ada dua pusat pernapasan di medula oblongata,
yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan kontraksi diafragma (dengan kerja
saraf renikus) dan pusat lain yang mempersarafi mekanisme inspirasi dan
ekspirasi interkostal serta otot aksesori. (Francis Caia, 2006:17)
Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem
respirasi yang berarti bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan
oksigen yang diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbon dioksida dari
sel-sel tubuh menuju ke udara bebas. Proses bernapas berlangsung dalam beberapa
langkah dan berlangsung dengan dukungan sistem saraf pusat dan kardiovaskuler. Pernapasan
atau respirasi merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
oksigen ke dalam tubuh atau inspirasi serta mengeluarkan udara yang mengandung
karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh atau ekspirasi. Proses respirasi
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru. Sistem
saraf pusat memberikan dorongan tritmis dari dalam untuk bernapas dan secara
refleks merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga
pendorong bagi gerakan udara. (Muttaqin Arif, 2008 : 24)
Pada pengaturan suhu badan, kelenjar keringat, pembuluh
darah dan rambut di dalam kulit semuanya memegang peranan penting dalam
mempertahankan suhu badan. Apabila suhu badan naik, maka kelenjar keringat
mengeluarkan lebih banyak air. Di permukaan air ini menguap hingga mendinginkan
kulit. Pembuluh-pembuluh darah melebar jika suhu naik, hingga dapat mengangkut lebih
banyak darah ke permukaan untuk didinginkan oleh udara. Bila suhu menurun, pembuluh
darah menguncup, hingga lebih sedikit darah yang mengalir ke permukaan untuk
didinginkan. Otot halus yang menempel pada folikel rambut itu mengerut hingga
bulu romapun berdiri. Hal ini menyebabkan lapisan udara yang mengenai badan
terperangkap diantara rambut yang berdiri itu dan membantu mempertahankan
hangatnya badan. Tetapi pengaruhnya masih dapat dirasakan kalau angin
menghembus udara yang terperangkap oleh bulu roma tadi. Selain dalam kulit, tubuh
memiliki penyekat suhu lain yang bahkan lebih baik, yaitu jaringan lemak atau
jaringan adipose yang terletak di bawah lapisan dermis. (Grolier, 1976 : 7)
B.
HIPOTESIS
1.
Aktivitas pada tubuh manusia memengaruhi sistem dalam
tubuh, seperti pada pernapasan dan transportasi.
2.
Sistem dalam tubuh manusia bekerja sesuai dengan kondisi tubuhnya.
BAB III
METODE PENELITIAN
A.
WAKTU DAN TEMPAT
PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Biologi Dasar, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2016 pukul 09.20 sampai selesai. Yang menjadi
objek pada penelitian kali ini adalah mahasiswa.
B.
ALAT DAN BAHAN
Pada praktikum ini alat
dan bahan yang digunakan berupa:
·
Stopwatch
·
Termometer badan
·
Alkohol
·
Tissue
·
Mahasiswa
C.
CARA KERJA
1.
Melakukan pengukuran atau pengamatan suhu tubuh, denyut
nadi, dan laju bernafas pada keadaan tenang.
2.
Melakukan olahraga dengn cara berlari mengelilingi lab.
Kemudian mengukur segera suhu tubuh, denyut nadi, dan laju bernafasnya.
3.
Setelah istirahat selama 10 menit dan tubuh tenang
kembali, lakukan pengamatan seperti point pertama.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL PENGAMATAN
Indikator
|
Respirasi
|
Denyut nadi
|
Suhu tubuh
|
Banyak
keringat
|
Kelompok
|
L
|
P
|
L
|
P
|
L
|
P
|
L
|
P
|
Saat tenang
|
1
|
24
|
36
|
74
|
68
|
37,2
|
36
|
-
|
-
|
2
|
32
|
34
|
75
|
72
|
36,9
|
36,3
|
-
|
-
|
3
|
25
|
29
|
93
|
98
|
36,7
|
36,1
|
-
|
-
|
4
|
29
|
35
|
87
|
70
|
37
|
35,9
|
-
|
-
|
5
|
29
|
18
|
82
|
83
|
36
|
36,3
|
-
|
-
|
6
|
38
|
23
|
76
|
50
|
35,3
|
36,2
|
-
|
-
|
7
|
20
|
24
|
98
|
85
|
36,7
|
37
|
-
|
-
|
Rata-rata
|
28,1
|
28,4
|
83,6
|
75,1
|
36,5
|
36,3
|
|
|
Sesaat setelah aktivitas
|
1
|
80
|
68
|
136
|
92
|
37,6
|
36,8
|
+
|
+
|
2
|
47
|
59
|
107
|
85
|
36,9
|
36,7
|
++
|
+
|
3
|
41
|
42
|
141
|
121
|
36,9
|
36,5
|
+
|
+
|
4
|
88
|
39
|
127
|
110
|
36,4
|
35,8
|
-
|
+
|
5
|
42
|
28
|
135
|
115
|
36,2
|
36,5
|
++
|
+
|
6
|
48
|
54
|
123
|
80
|
35,5
|
36,3
|
++
|
++
|
7
|
40
|
30
|
140
|
112
|
36,9
|
36,8
|
++
|
++
|
Rata-rata
|
55,1
|
45,7
|
130
|
102
|
36,7
|
36,5
|
|
|
10 menit setelah aktivitas
|
1
|
25
|
48
|
96
|
76
|
37
|
36,2
|
-
|
-
|
2
|
22
|
37
|
95
|
80
|
36,5
|
35,2
|
+
|
-
|
3
|
25
|
26
|
96
|
97
|
37
|
36,7
|
+
|
-
|
4
|
29
|
32
|
76
|
80
|
36,7
|
35
|
-
|
-
|
5
|
33
|
23
|
92
|
97
|
37
|
37,1
|
-
|
+
|
6
|
31
|
22
|
93
|
60
|
35,7
|
36,5
|
+
|
+
|
7
|
28
|
25
|
110
|
90
|
36,9
|
36,8
|
+
|
+
|
Rata-rata
|
27,5
|
30,4
|
94,6
|
82,8
|
36,6
|
36,2
|
|
|
B.
PEMBAHASAN
Percobaan mengenai regulasi dan homeostasis
dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2016
terhadap obyek percobaan, yaitu
beberapa mahasiswa dan mahasiswi kelas Kimia F 2016. Tujuan dari percobaan ini
adalah untuk mengetahui bagaimana tubuh melakukan koordinasi pertukaran gas
saat bekerja keras dan bagaimana tubuh melakukan termoregulasi.
Sebelumnya kami mempersiapkan dua mahasiswa
dari setiap kelompok yaitu satu orang laki-laki dan satu orang perempuan.
Indikator yang diukur antara lain frekuensi pernafasan, frekuensi denyut nadi,
suhu tubuh, dan banyaknya keringat sebelum aktivitas (kondisi tenang), sesaat
setelah aktivitas (olahraga), serta setelah aktivitas (setelah istirahat
beberapa menit). Pengukuran masing-masing indikator, secara rata-rata
menunjukkan hasil yang berbeda pada ketiga kondisi tersebut.
Dari hasil pengukuran terhadap beberapa
indikator tersebut pada naracoba kelompok 6, suhu tubuh pada naracoba
perempuan, Marsa dan naracoba laki-laki, Yudha masing-masing sebesar 36,2oC dan 35,3oC. Frekuensi pernafasan normal pada Yudha 38 kali/menit dan pada Marsa 23 kali/menit. Sedangkan frekuensi denyut nadi
pada Yudha 76 kali/menit dan pada Marsa 50 kali/menit. Kedua naracoba tersebut sebelum
melakukan aktivitas tidak mengeluarkan keringat.
Sesaat setelah aktivitas terdapat perubahan
kondisi tubuh yang diamati. Frekuensi pernafasan pada Yudha sebesar 48
kali/menit dan pada Marsa 54
kali/menit. Perubahan frekuensi denyut nadi pada Yudha
menjadi 123 kali/menit dan pada Marsa
menjadi 80 kali/menit. Sedangkan suhu tubuh Yudha naik menjadi 35,5oC sementara suhu tubuh Marsa naik
menjadi 36,3oC. Sesaat setelah melakukan aktivitas pada
kedua objek mengeluarkan banyak keringat.
Selanjutnya kami juga mengukur indikator
pengukuran sepuluh menit setelah aktivitas (setelah istirahat)
dan didapatkan hasil pengukuran terhadap frekuensi pernafasan Yudha yaitu 31 kali/menit dan Marsa 22 kali/menit. Besarnya frekuensi denyut nadi Yudha 93 kali/menit dan pada Marsa 60 kali/menit. Tingginya suhu tubuh sepuluh menit setelah beraktivitas pada Yudha
sebesar 35,7oC dan pada Marsa
sebesar 36,5oC. Banyaknya keringat Yudha dan Marsa pada sepuluh menit setelah beraktivitas masih tetap ada
walaupun sedikit.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 2 orang
naracoba (laki-laki dan perempuan) dari setiap kelompok di kelas kimia F, diperoleh hubungan laju respirasi, denyut
jantung, dan suhu tubuh dalam keadaan sebelum, sesaat dan 10 menit sesudah
aktivitas.
Secara umum, rata-rata perubahan laju respirasi
seperti yang terlihat pada grafik diatas. Pada titik x = -10, menunjukkan waktu
pengukuran sepuluh menit sebelum beraktivitas, titik x = 0,
menunjukkan waktu sesaat setelah beraktivitas dan pada titik x = 10,
menunjukkan waktu sepuluh menit setelah beraktivitas. Pada grafik diatas, dapat
dilihat bahwa frekuensi pernafasan laki-laki setelah beraktivitas lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Dari data pegamatan
kelompok kami, sesaat sebelum beraktivits (tenang) dan sesaat 10 menit setelah
beraktivitas frekuensi nafas perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Grafik diatas menunjukkan hubungan perubahan
frekuensi denyut nadi antara laki-laki dan perempuan sebelum, sesaat, dan
sesudah aktivitas. Frekuensi denyut nadi sebelum beraktivitas ditunjukkan pada
menit ke -10, menit ke 0 menunjukkan frekuensi denyut nadi sesaat setelah
beraktivitas, dan menit ke 10 menunjukkan frekuensi denyut nadi 10 menit
setelah beraktivitas. Dapat dilihat bahwa frekuensi denyut nadi pada laki-laki
lebih banyak daripada perempuan sesaat sebelum aktifitas (tenang), sesaat setelah aktifitas dan 10 menit setelah
melakukan aktivitas. Hal ini terjadi dikarenakan sistem metabolisme pada
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, sehingga menyebabkan denyut nadi
pada laki-laki cenderung lebih cepat daripada perempuan.
Pada perempuan, normalnya denyut nadi sebanyak
60-80 kali/menit, sedangkan pada laki-laki normalnya denyut nadi sebanyak 55-75
kali/menit.
Dari grafik diatas, sesaat sebelum aktifitas
(tenang), sesaat setelah aktifitas dan 10 menit setelah
melakukan aktivitas. Suhu tubuh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan Suhu
tubuh memiliki hubungan yang erat dengan frekuensi pernapasan, semakin tinggi
suhu tubuh seseorang, maka dia akan membutuhkan energi yang lebih banyak
sehingga kebutuhan akan oksigen pun akan meningkat. Hal tersebut menunjukkan
bahwa tubuh laki-laki memerlukan lebih banyak energi dan asupan oksigen
daripada perempuan.
Berdasarkan hasil pengukuran yang telah
dilakukan tidak sesuai dengan teori
yang ada bahwa sesaat sebelum beraktivitas (tenang), sesaat setelah beraktivitas
dan 10 menit setelah beraktivitas, seharusnya laki-laki lebih banyak meghirup O2
dan mengeluarkan CO2, karena
laki-laki lebih banyak bergerak (lebih aktif) sehingga lebih banyak membutuhkan
energi. Kebutuhan energi yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan O2 menjadi lebih tinggi dan proses
metabolismenya lebih tinggi pula dibandingkan dengan perempuan. Terdapat beberapa
pengaruh penyebab ketidaksesuaian berdasarkan teori, diantaranya yang pertama
kondisi fisik seperti, sakit, tinggi badan, berat badan, kecepatan lari,dsb.
Yang kedua kondisi psikis misalnya kondisi pikiran (stres).
Berdasarkan hasil pengukuran saat kondisi sesaat setelah
beraktivitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan , begitu juga suhu
tubuh saat kondisi sesaat setelah beraktivitas laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Grafik suhu tubuh ini memiliki hubungan yang erat
dengan frekuensi pernafasan. Bahwa semakin
tinggi suhu tubuh seseorang, maka dia akan membutuhkan energi yang lebih banyak
sehingga kebutuhan akan oksigen pun meningkat.
Berdasarkan
grafik denyut nadi, didapatkan hasil bahwa frekuensi
denyut nadi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi denyut nadi
perempuan. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa frekuensi denyut nadi laki
laki lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi denyut nadi perempuan
dikarenakan kebutuhan oksigen laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Pengaturan suhu badan, kelenjar keringat, pembuluh darah
dan rambut di dalam kulit semuanya memegang peranan penting dalam
mempertahankan suhu badan. Apabila suhu badan naik, maka kelenjar keringat mengeluarkan
lebih banyak air. Di permukaan air ini menguap hingga mendinginkan kulit.
Pembuluh-pembuluh darah melebar jika suhu naik, hingga dapat mengangkut lebih
banyak darah ke permukaan untuk didinginkan oleh udara. Bila suhu menurun,
pembuluh darah menguncup, hingga lebih sedikit darah yang mengalir ke permukaan
untuk didinginkan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan bahwa pada kondis
tenang laki-laki maupun perempuan tidak mengeluarkan keringat. Pada kondisi
sesaat setelah beraktivitas laki-laki cenderung mengeluarkan keringat yang
lebih banyak dibandingkan perempuan hal ini terjadi karena efek hormon
testosteron pada laki-laki meningkatkan respon keringat dan laki-laki memiliki
cairan tubuh lebih banyak dari pada perempuan.
C.
MENJAWAB
PERTANYAAN
1. Ada perbedaan frekuensi bernafas dan denyut jantung antara
saat santai dan beraktivitas, ini terjadi akibat pada saat melakukan aktivitas
suhu tubuh akan meningkat sehingga frekuensi bernafas dan denyut jantung juga
akan meningkat. Beratnya aktivitas akan berpengaruh terhadap meningkatnya
frekuensi bernafas dan denyut jantung.
2.
Perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas mengalami
peningkatan.
3.
Peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung setelah
beraktivitas disebabkan karena setelah beraktivitas suhu tubuh mengalami
peningkatan. Peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung sesuai dengan
intensitas kerja yang dilakukan, jika aktivitas yang dilakukan cukup berat dan
dalam jangka waktu yang lama maka peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung
akan mencapai kapasitas optimal manusia.
4.
Ada hubungan antara perubahan tingkat aktivitas tubuh dengan
suhu tubuh yaitu jika aktivitas meningkat maka suhu tubuh juga meningkat, dan
sebaliknya jika aktivitas menurun maka suhu tubuh akan menurun.
5.
Hubungan antara tingkat aktivitas dan suhu tubuh terjadi
karena aktivitas berlebih akan merangsang peningkatan suhu tubuh.
6. Suhu tubuh menjadi meningkat karena aktivitas yang dilakukan banyak dan
tubuh menyesuaikan dengan meningkatkan suhu tubuh.
7.
Pengeluaran keringat melalui keringat terjadi sebagai efek
peningkatan suhu tubuh yang melewati batas kritis. Pengeluaran keringat
dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus
melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan
rangsangan produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan
keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.
8. Terdapat pengaturan antara aktivitas dari sistem pernapasan dan sistem
sirkulasi darah karena pada saat bernafas oksigen yang masuk akan diikat oleh
hemoglobin yang terdapat pada darah. Sehingga oksigen diangkut oleh darah.
Oksigen masuk ke dalam tubuhg melalui inspirasi dari rongga hidung sampai
alveolus. Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri paru-paru. Masuknya
oksigen dari luar menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di
alveolus lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 di kapiler arteri
paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari daerah yang bertekanan
tinggi ke daerah bertekanan rendah, oksigen akan bergerak dari alveolus menuju
kapiler arteri. Oksigen di kapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung
hemoglobin sampai jenuh. Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus,
semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen yang
berikatan dengan hemoglobin akan membentuk oksihemoglobin. Reaksi antara
hemoglobin dan oksigen berlangsung secara bolak-balik yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbon dioksida serta
tekanan parsial. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang
kemudian akan berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses
respirasi. Di dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk
proses respirasi di dalam mitokondria sel. Semakin banyak oksigen yang
digunakan oleh sel-sel tubuh, semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari
proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan PCO2 dalam sel-sel tubuh lebih
tinggi dibandingkan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karena itu, karbondioksida
dapat berdifusi dari sel tubuh ke kapiler vena sel tubuh yang kemudian akan
dibawa oleh eritrosit menuju paru-paru. Di paru-paru terjadi difusi CO2
dari kapiler vena menuju alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan
parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi daripada tekanan parsial
CO2 dalm alveolus. Karbondioksida akhirnya akan dikeluarkan dari
tubuh melalui ekspirasi.
9.
Peredaran darah manusia dibedakan
menjadi 2, yaitu peredaran darah besar (sistematik) dan peredaran darah kecil
(pulmonari).
a.
Peredaran Darah Pulmonari
Darah
miskin oksigen dari seluruh bagian tubuh terkumpul di serambi kanan, kemudian
di alirkan ke bilik kanan. Bilik kanan akan memompa darah ke dalam batang
paru-paru. Saat darah mengalir melalui kapiler paru-paru, karbon dioksida
dilepaskan dan oksigen diikat. Darah kaya oksigen kembali ke serambi kiri
melalui venula paru-paru yang bergabung membentuk vena paru-paru. secara garis
besar, urutan peredaran darah pulmonari adalah ventrikel kanan (bilik
kanan) → arteri pulmonalis → paru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri (serambi
kiri).
b.
Peredaran Darah Sistematik
Darah
kaya oksigen dari serambi kiri masuk ke bilik kiri. Saat bilik kontraksi, darah
menuju aorta. Kemudian darah menuju cabang aorta, lalu ke jaringan, setelah itu
ke vena dan vena kava lalu kembali lagi ke jantung di serambi kanan. Urutan
peredaran darah sistematik adalah ventrikel kiri (bilik kiri) → aorta → arteri
→ arteriola → kapiler → venula → vena → vena kava superior → vena kava inferior
→ atrium kanan (serambi kanan).
Mekanisme regulasi sistem pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara
sadar maupun tidak sadar. Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu
inspirasi (menghirup udara) dan ekspirasi (menghembuskan udara). Berdasarkanb cara
melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia dapat
melakukan dua mekanisme pernapasan yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
a.
Pernapasan dada
Proses inspirasi diawali dengan berkontraksinya otot
antartulang rusuk sehingga menyebabkan terangkatnya tulang rusuk. Keadaam ini
mengakibatkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang
mengembangmenyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih rendah dari
tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-paru.
b.
Pernapsan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perur diawali
dengan berkontraksinya otot diafragma, sehingga diafragma yang semula
melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan
rongga dada dan paru-paru mrngrmbang. Tekanan udara yang rendah dalam
parau-paru menyebabkan udara dari luar ke dalam paru-paru
10. Mekanisme regulasi suhu tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan
suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu
tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang
diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur
hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan
mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti
telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut
titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar
suhu tubuh inti konstan pada 37°C. apabila suhu tubuh meningkat lebih dari
titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme
untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Tubuh kita dilengkapi berbagai
sistem pengaturan canggih, termasuk pengaturan suhu tubuh. Manusia memiliki
pusat pengaturan suhu tubuh (termostat), terletak di bagian otak yang disebut
dengan hipotalamus. Pusat pengaturan suhu tubuh itu mematok suhu badan kita di
satu titik yang disebut set point.
Hipotalamus bertugas mempertahankan suhu tubuh agar
senantiasa konstan, berkisar pada suhu 37°C. Itu sebabnya, di mana pun manusia
berada, di kutub atau di padang pasir, suhu tubuh harus selalu diupayakan
stabil, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang mampu beradaptasi.
Termostat hipotalamus bekerja berdasarkan asupan dari ujung saraf dan suhu
darah yang beredar di tubuh. Di udara dingin hipotalamus akan membuat program
agar tubuh tidak kedinginan, dengan menaikkan set point alias menaikkan suhu
tubuh. Caranya dengan mengerutkan pembuluh darah, badan menggigil dan tampak
pucat.
Sedangkan di udara panas, hipotalamus tentu saja harus
menurunkan suhu tubuh untuk mencegah heatstroke. Caranya dengan mengeluarkan
panas melalui penguapan. Pembuluh darah melebar, pernapasan pun menjadi lebih
cepat. Karena itu, pada saat kepanasan, selain berkeringat, kulit kita juga
tampak kemerahan (flushing).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Dari percobaaan tentang
regulasi dan homeostasis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Setiap organ dalam tubuh saling berhubungan ketika melakukan
berbagai aktivitas. Pada saat tubuh bekerja keras, sistem organ pernafasan dan
sistem transportasi / sirkulasi saling berkoordinasi, sehingga dalam kedua
sistem tersebut terdapat hubungan yang saling melengkapi.
2.
Bentuk koordinasi yang terjadi antara sistem organ pernapasan
dan sistem organ sirkulasi pada saat tubuh bekerja keras adalah ditandai dengan
denyut nadi yang lebih cepat diikuti dengan hembusan nafas yang lebih cepat
dibandingkan pada saat tubuh tidak melakukan aktivitas.
3.
Pada saat bekerja keras, tubuh mengeluarkan cairan keringat
sebagai proses dari ekskresi yang mengeluarkan zat sisa yang tidak diperlukan
lagi oleh tubuh. Hal ini terjadi karena sistem yang bekerja lebih cepat
sehingga merangsang kelenjar keringat untuk memproduksi cairan yang tidak
diperlukan lagi oleh tubuh. Berbeda hal ketika tubuh dalam keadaan tenang,
tubuh lebih jarang bahkan sedikit mengeluarkan keringat karena sistem yang
bekerja dalam keadaan normal sehingga tidak ada cairan yang harus dikeluarkan.
4.
Pengaturan suhu tubuh merupakan proses dari regulasi. Ketika
tubuh tidak melakukan aktivitas, suhu tubuh akan normal karena sistem organ
yang bekerja dalam keadaan yang normal. Akan tetapi ketika tubuh bekerja keras,
suhu tubuh cenderung meningkat dari keadaan normal karena sistem-sistem organ
bekerja lebih cepat dibandingkan pada saat kondisi tenang, yang dipacu oleh
aktivitas-aktivitas berat yang kita lakukan.
B.
SARAN
1.
Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih giat dalam mengamati suatu
masalah atau penelitian, sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal.
2.
Bagi pembaca untuk senantiasa giat berolahraga karena
efek yang ditimbulkan sangat bermanfaat bagi tubuh.
3.
Sistem-sistem yang bekerja dalam tubuh akan bekerja
dengan baik dan maksimal jika kondisi tubuh selalu dijaga kesehatannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Campbell, Neil. 2010. Biologi Campbell Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Francis, Caia. 2006. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga.
Fried, George H. 2005. Biologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Grolier. 1976. Tubuh Manusia Jakarta: Widyadara.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Subahar, Syamsudin ST. 2009. Biologi 2. Jakarta: Quadra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar