Laporan Praktikum Regulasi dan Homeostatis


LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI UMUM
REGULASI DAN HOMEOSTASIS





Disusun:

Nabila Fatima Ahmad          NIM. 16307141016
Batrisya                                  NIM. 16307141017
Zamhariroh Marsa F           NIM. 16307144032
Laila Khoiriyah L                 NIM. 16307141014
Dharma Yudha                     NIM. 16307144022
Achmad Ramadhanna’il R  NIM. 16307144029


KIMIA F
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016/2017
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    TUJUAN

Tujuan dalam praktikum ini adalah:
1.      Dapat mengamati adanya koordinasi aktivitas sistem organ pernapasan dan sistem transportasi pada saat tubuh bekerja keras.
2.      Dapat menunjukkan bentuk koordinasi yang terjadi antara sistem pernapasan dan sistem transportasi.
3.      Dapat mengamati dan merasakan gejala perkeringatan sebagai bagian mekanisme regulasi suhu tubuh.
4.      Dapat menjelaskan mekanisme pengaturan suhu tubuh.

B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Bagaimana pengaruh aktivitas terhadap frekuensi pernapasan, denyut nadi, suhu tubuh dan perkeringatan?
2.      Bagaimana cara menyeimbangkan sistem-sistem yang bekerja dalam tubuh?

BAB II
DASAR TEORI

A.    DASAR TEORI

Didalam tubuh makhluk hidup terdapat sistem regulasi yang akan mengatur semua sistem organ di dalam tubuhnya agar semua sistem tersebut dapat bekerja secara seimbang. Sistem regulasi itu bekerja untuk menerima rangsangan, mengolahnya, dan kemudian meneruskanya untuk menanggapi rangsangan tersebut. Sistem regulasi yang dimiliki oleh hewan termasuk manusia meliputi sistem saraf beserta indra dan sistem endoktrin. Sistem saraf pada manusia dibedakan menjadi dua yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat merupakan pusat dari sistem saraf, yang terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang (Subahar, 2009:67).

Homeostasis merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan keseimbangan dalam menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya. Proses homeostasis dapat terjadi apabila tubuh mengalami stres, yang secara alamiah tubuh akan melakukan mekanisme pertahanan diri untuk menjaga kondisi agar tetap seimbang. Homeostasis adalah suatu proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi terhadap terhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus menerus. (Alimul Aziz, 2006:2)

Lebih dari seabad yang lalu, ahli fisiologi Perancis Claude Benard mengetengahkan perbedaan antara lingkungan eksternal yang mengelilingi seekor hewan dan lingkungan internal dimana sel-sel hewan tersebut sesungguhnya hidup. Lingkungan internal vertebrata disebut cairan interstitial (interstitial fluid). Cairan yang mengisi ruangan antara sel-sel tersebut mempertukarkan nutrien dan buangan dengan darah yang terdapat dalam pembuluh mikroskopis yang disebut kapiler. Benard juga mengamati bahwa banyak hewan cenderung mempertahankan kondisi relatif konstan dalam lingkungan internalnya, meskipun lingkungan eksternalnya berubah. Hydra yang mendiami kolam tidak berdaya untuk memengaruhi suhu cairan yang menggenangi sel-selnya, tetapi tubuh manusia dapat mempertahankan kolam internalnya pada suhu yang kurang lebih konstan sekitar 37C. Tubuh manusia juga dapat mengontrol pH darah dan pH cairan lnterstisial sehingga tetap berada dalam kisaran perubahan sepersepuluh satuan dari pH 7,4, dan mengatur jumlah gula dalam darah kita sehingga tidak berfluktuasi dari konsentrasi 0,1% dalam jangka waktu yang lama. Tentunya ada waktu-waktu dalam perkembangan seekor hewan, di mana perubahan besar dalam lingkungan internal diprogram untuk terjadi. Misalnya, keseimbangan hormon dalam darah manusia diubah secara radikal selama masa pubertas. Akan tetapi, stabilitas lingkungan internal masih dapat dikatakan sebagai hal yang sungguh luar biasa. Saat ini, konsep keseimbangan internal yang konstan yang diajukan oleh Benard digabungkan ke dalam konsep homeostatis, yang berarti keadaan yang tunak atau steady state.  (Campbell N. A, dkk. 2010:13)

Menurut Alimul Aziz (2006:3) homeostasis terdiri atas homeostasis fisiologis dan psikologis. Homeostasis fisiologis dalam tubuh manusia dikendalikan oleh system endokrin dan sistem saraf otonom. Proses homeostasis fisiologis terjadi melalui empat cara berikut:

1.      Pengaturan diri. Sistem ini terjadi secara otomatis pada orang sehat, contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh. (Alimul Aziz, 2006:3)
2.      Kompensasi. Tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan yang terjadi di dalamnya. Misal, apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin maka pembuluh darah perifer akan mengalami konstriksi dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tetap stabil, dan peningkatan keringat untuk mengontrol kenaikan suhu tubuh. (Alimul Aziz, 2006:3)
3.      Umpan balik negatif. Proses ini merupakan penyimpangan dari keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi. (Alimul Aziz, 2006:3)
4.      Umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologis. Sebagai contoh apabila seseorang mengalami hipoksia, akan terjadi proses peningkatan denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukup ke sel tubuh. (Alimul Aziz, 2006:3)

Homeostasis psikologis berfokus kepada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain. Serta dipengaruhi oleh norma dan kultur masyarakat. Contoh homeostasis psikologis adalah mekanisme mempertahankan diri, seperti menangis, tertawa, berteriak, memukul, meremas, mencerca dan lain-lain. (Alimul Aziz, 2006:3)

Mekanisme-mekanisme homeostasis untuk mengatur temperatur terdapat berbagai tingkat. Tubuh kehilangan panas di permukaannya, sehingga agar dapat dibuang panas harus dibawa ke permukaan. Panas bisa hilang melalui radiasi, yang merupakan pergerakan gelombang energi elektromagnetik dari permukaan tubuh ke medium udara. Panas juga bisa hilang melalui konduksi, yakni transfer panas melalui kontak langsung dengan udara atau air yang lebih dingin. Terakhir, panas bisa hilang melalui konveksi yakni hilangnya panas dari interior tubuh akibat aliran udara atau air yang bergerak melalui kulit secara terus menerus. (Fried Goerge, 2005:177)

Regulasi pada tubuh manusia misalnya terjadi saat bernapas. Walaupun pernapasan dapat dilakukan atas sejumlah kendali sadar melalui sinyal-sinyal dari korteks serebral, bernapas pada dasarnya dalah sebuah respon tak sadar terhadap stimulasi-stimulasi neutral dan kimiawi. Organ pernapasan yaitu paru-paru, paru-paru tidak mempunyai irama spontan, ventilasi bergantung pada irama kerja pusat batang otak dan keutuhan jalan dari pusat tersebut ke otot pernapasan. Ada dua pusat pernapasan di medula oblongata, yaitu pusat yang merangsang inspirasi dengan kontraksi diafragma (dengan kerja saraf renikus) dan pusat lain yang mempersarafi mekanisme inspirasi dan ekspirasi interkostal serta otot aksesori. (Francis Caia, 2006:17)

Sistem pernapasan dapat disebut juga dengan sistem respirasi yang berarti bernapas kembali. Sistem ini berperan menyediakan oksigen yang diambil dari atmosfer dan mengeluarkan karbon dioksida dari sel-sel tubuh menuju ke udara bebas. Proses bernapas berlangsung dalam beberapa langkah dan berlangsung dengan dukungan sistem saraf pusat dan kardiovaskuler. Pernapasan atau respirasi merupakan peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh atau inspirasi serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa oksidasi keluar tubuh atau ekspirasi. Proses respirasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru. Sistem saraf pusat memberikan dorongan tritmis dari dalam untuk bernapas dan secara refleks merangsang otot diafragma dan otot dada yang akan memberikan tenaga pendorong bagi gerakan udara. (Muttaqin Arif, 2008 : 24)

Pada pengaturan suhu badan, kelenjar keringat, pembuluh darah dan rambut di dalam kulit semuanya memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu badan. Apabila suhu badan naik, maka kelenjar keringat mengeluarkan lebih banyak air. Di permukaan air ini menguap hingga mendinginkan kulit. Pembuluh-pembuluh darah melebar jika suhu naik, hingga dapat mengangkut lebih banyak darah ke permukaan untuk didinginkan oleh udara. Bila suhu menurun, pembuluh darah menguncup, hingga lebih sedikit darah yang mengalir ke permukaan untuk didinginkan. Otot halus yang menempel pada folikel rambut itu mengerut hingga bulu romapun berdiri. Hal ini menyebabkan lapisan udara yang mengenai badan terperangkap diantara rambut yang berdiri itu dan membantu mempertahankan hangatnya badan. Tetapi pengaruhnya masih dapat dirasakan kalau angin menghembus udara yang terperangkap oleh bulu roma tadi. Selain dalam kulit, tubuh memiliki penyekat suhu lain yang bahkan lebih baik, yaitu jaringan lemak atau jaringan adipose yang terletak di bawah lapisan dermis. (Grolier, 1976 : 7)

B.     HIPOTESIS

1.      Aktivitas pada tubuh manusia memengaruhi sistem dalam tubuh, seperti pada pernapasan dan transportasi.
2.      Sistem dalam tubuh manusia bekerja sesuai dengan kondisi tubuhnya.

BAB III
METODE PENELITIAN

A.    WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Biologi Dasar, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) pada hari Rabu tanggal 26 Oktober 2016 pukul 09.20 sampai selesai. Yang menjadi objek pada penelitian kali ini adalah mahasiswa.

B.     ALAT DAN BAHAN

Pada praktikum ini alat dan bahan yang digunakan berupa:
·         Stopwatch
·         Termometer badan
·         Alkohol
·         Tissue
·         Mahasiswa

C.    CARA KERJA

1.      Melakukan pengukuran atau pengamatan suhu tubuh, denyut nadi, dan laju bernafas pada keadaan tenang.
2.      Melakukan olahraga dengn cara berlari mengelilingi lab. Kemudian mengukur segera suhu tubuh, denyut nadi, dan laju bernafasnya.
3.      Setelah istirahat selama 10 menit dan tubuh tenang kembali, lakukan pengamatan seperti point pertama.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.     HASIL PENGAMATAN

Indikator
Respirasi
Denyut nadi
Suhu tubuh
Banyak keringat
Kelompok
L
P
L
P
L
P
L
P
Saat tenang
1
24
36
74
68
37,2
36
-
-
2
32
34
75
72
36,9
36,3
-
-
3
25
29
93
98
36,7
36,1
-
-
4
29
35
87
70
37
35,9
-
-
5
29
18
82
83
36
36,3
-
-
6
38
23
76
50
35,3
36,2
-
-
7
20
24
98
85
36,7
37
-
-
Rata-rata
28,1
28,4
83,6
75,1
36,5
36,3


Sesaat setelah aktivitas
1
80
68
136
92
37,6
36,8
+
+
2
47
59
107
85
36,9
36,7
++
+
3
41
42
141
121
36,9
36,5
+
+
4
88
39
127
110
36,4
35,8
-
+
5
42
28
135
115
36,2
36,5
++
+
6
48
54
123
80
35,5
36,3
++
++
7
40
30
140
112
36,9
36,8
++
++
Rata-rata
55,1
45,7
130
102
36,7
36,5


10 menit setelah aktivitas
1
25
48
96
76
37
36,2
-
-
2
22
37
95
80
36,5
35,2
+
-
3
25
26
96
97
37
36,7
+
-
4
29
32
76
80
36,7
35
-
-
5
33
23
92
97
37
37,1
-
+
6
31
22
93
60
35,7
36,5
+
+
7
28
25
110
90
36,9
36,8
+
+
Rata-rata
27,5
30,4
94,6
82,8
36,6
36,2


B.     PEMBAHASAN

Percobaan mengenai regulasi dan homeostasis dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2016 terhadap obyek percobaan, yaitu beberapa mahasiswa dan mahasiswi kelas Kimia F 2016. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui bagaimana tubuh melakukan koordinasi pertukaran gas saat bekerja keras dan bagaimana tubuh melakukan termoregulasi.
Sebelumnya kami mempersiapkan dua mahasiswa dari setiap kelompok yaitu satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Indikator yang diukur antara lain frekuensi pernafasan, frekuensi denyut nadi, suhu tubuh, dan banyaknya keringat sebelum aktivitas (kondisi tenang), sesaat setelah aktivitas (olahraga), serta setelah aktivitas (setelah istirahat beberapa menit). Pengukuran masing-masing indikator, secara rata-rata menunjukkan hasil yang berbeda pada ketiga kondisi tersebut.
Dari hasil pengukuran terhadap beberapa indikator tersebut pada naracoba kelompok 6, suhu tubuh pada naracoba perempuan, Marsa dan naracoba laki-laki, Yudha masing-masing sebesar 36,2oC dan 35,3oC. Frekuensi pernafasan normal pada Yudha 38 kali/menit dan pada Marsa 23 kali/menit. Sedangkan frekuensi denyut nadi pada Yudha 76 kali/menit dan pada Marsa 50 kali/menit. Kedua naracoba tersebut sebelum melakukan aktivitas tidak mengeluarkan keringat.
Sesaat setelah aktivitas terdapat perubahan kondisi tubuh yang diamati. Frekuensi pernafasan pada Yudha sebesar 48 kali/menit dan pada Marsa 54 kali/menit. Perubahan frekuensi denyut nadi pada Yudha menjadi 123 kali/menit dan pada Marsa menjadi 80 kali/menit. Sedangkan suhu tubuh Yudha naik menjadi 35,5oC sementara suhu tubuh Marsa naik menjadi 36,3oC. Sesaat setelah melakukan aktivitas pada kedua objek mengeluarkan banyak keringat.
Selanjutnya kami juga mengukur indikator pengukuran sepuluh menit setelah aktivitas (setelah istirahat) dan didapatkan hasil pengukuran terhadap frekuensi pernafasan Yudha yaitu 31 kali/menit dan Marsa 22 kali/menit. Besarnya frekuensi denyut nadi Yudha 93 kali/menit dan pada Marsa 60 kali/menit. Tingginya suhu tubuh sepuluh menit setelah beraktivitas pada Yudha sebesar 35,7oC dan pada Marsa sebesar 36,5oC. Banyaknya keringat Yudha dan Marsa pada sepuluh menit setelah beraktivitas masih tetap ada walaupun sedikit.
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 2 orang naracoba (laki-laki dan perempuan) dari setiap kelompok di kelas kimia F, diperoleh hubungan laju respirasi, denyut jantung, dan suhu tubuh dalam keadaan sebelum, sesaat dan 10 menit sesudah aktivitas.




Secara umum, rata-rata perubahan laju respirasi seperti yang terlihat pada grafik diatas. Pada titik x = -10, menunjukkan waktu pengukuran sepuluh menit sebelum beraktivitas, titik x = 0, menunjukkan waktu sesaat setelah beraktivitas dan pada titik x = 10, menunjukkan waktu sepuluh menit setelah beraktivitas. Pada grafik diatas, dapat dilihat bahwa frekuensi pernafasan laki-laki setelah beraktivitas lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Dari data pegamatan kelompok kami, sesaat sebelum beraktivits (tenang) dan sesaat 10 menit setelah beraktivitas frekuensi nafas perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.




Grafik diatas menunjukkan hubungan perubahan frekuensi denyut nadi antara laki-laki dan perempuan sebelum, sesaat, dan sesudah aktivitas. Frekuensi denyut nadi sebelum beraktivitas ditunjukkan pada menit ke -10, menit ke 0 menunjukkan frekuensi denyut nadi sesaat setelah beraktivitas, dan menit ke 10 menunjukkan frekuensi denyut nadi 10 menit setelah beraktivitas. Dapat dilihat bahwa frekuensi denyut nadi pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan sesaat sebelum aktifitas (tenang), sesaat setelah aktifitas dan 10 menit setelah melakukan aktivitas. Hal ini terjadi dikarenakan sistem metabolisme pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan, sehingga menyebabkan denyut nadi pada laki-laki cenderung lebih cepat daripada perempuan.
Pada perempuan, normalnya denyut nadi sebanyak 60-80 kali/menit, sedangkan pada laki-laki normalnya denyut nadi sebanyak 55-75 kali/menit.




Dari grafik diatas, sesaat sebelum aktifitas (tenang), sesaat setelah aktifitas dan 10 menit setelah melakukan aktivitas. Suhu tubuh laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan Suhu tubuh memiliki hubungan yang erat dengan frekuensi pernapasan, semakin tinggi suhu tubuh seseorang, maka dia akan membutuhkan energi yang lebih banyak sehingga kebutuhan akan oksigen pun akan meningkat. Hal tersebut menunjukkan bahwa tubuh laki-laki memerlukan lebih banyak energi dan asupan oksigen daripada perempuan.

Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa sesaat sebelum beraktivitas (tenang), sesaat setelah beraktivitas dan 10 menit setelah beraktivitas, seharusnya laki-laki lebih banyak meghirup O2 dan mengeluarkan CO2, karena laki-laki lebih banyak bergerak (lebih aktif) sehingga lebih banyak membutuhkan energi. Kebutuhan energi yang semakin tinggi menyebabkan kebutuhan O2 menjadi lebih tinggi dan proses metabolismenya lebih tinggi pula dibandingkan dengan perempuan. Terdapat beberapa pengaruh penyebab ketidaksesuaian berdasarkan teori, diantaranya yang pertama kondisi fisik seperti, sakit, tinggi badan, berat badan, kecepatan lari,dsb. Yang kedua kondisi psikis misalnya kondisi pikiran (stres).

Berdasarkan hasil pengukuran saat kondisi sesaat setelah beraktivitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan , begitu juga suhu tubuh saat kondisi sesaat setelah beraktivitas laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Grafik suhu tubuh ini memiliki hubungan yang erat dengan frekuensi pernafasan. Bahwa semakin tinggi suhu tubuh seseorang, maka dia akan membutuhkan energi yang lebih banyak sehingga kebutuhan akan oksigen pun meningkat.

Berdasarkan grafik denyut nadi, didapatkan hasil bahwa frekuensi denyut nadi laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi denyut nadi perempuan. Hal ini sudah sesuai dengan teori bahwa frekuensi denyut nadi laki laki lebih tinggi dibandingkan dengan frekuensi denyut nadi perempuan dikarenakan kebutuhan oksigen laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.

Pengaturan suhu badan, kelenjar keringat, pembuluh darah dan rambut di dalam kulit semuanya memegang peranan penting dalam mempertahankan suhu badan. Apabila suhu badan naik, maka kelenjar keringat mengeluarkan lebih banyak air. Di permukaan air ini menguap hingga mendinginkan kulit. Pembuluh-pembuluh darah melebar jika suhu naik, hingga dapat mengangkut lebih banyak darah ke permukaan untuk didinginkan oleh udara. Bila suhu menurun, pembuluh darah menguncup, hingga lebih sedikit darah yang mengalir ke permukaan untuk didinginkan. Dari hasil pengamatan yang kami lakukan bahwa pada kondis tenang laki-laki maupun perempuan tidak mengeluarkan keringat. Pada kondisi sesaat setelah beraktivitas laki-laki cenderung mengeluarkan keringat yang lebih banyak dibandingkan perempuan hal ini terjadi karena efek hormon testosteron pada laki-laki meningkatkan respon keringat dan laki-laki memiliki cairan tubuh lebih banyak dari pada perempuan.

C.    MENJAWAB PERTANYAAN

1.    Ada perbedaan frekuensi bernafas dan denyut jantung antara saat santai dan beraktivitas, ini terjadi akibat pada saat melakukan aktivitas suhu tubuh akan meningkat sehingga frekuensi bernafas dan denyut jantung juga akan meningkat. Beratnya aktivitas akan berpengaruh terhadap meningkatnya frekuensi bernafas dan denyut jantung.

2.         Perubahan yang terjadi setelah melakukan aktivitas mengalami peningkatan.

3.         Peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung setelah beraktivitas disebabkan karena setelah beraktivitas suhu tubuh mengalami peningkatan. Peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung sesuai dengan intensitas kerja yang dilakukan, jika aktivitas yang dilakukan cukup berat dan dalam jangka waktu yang lama maka peningkatan frekuensi bernafas dan denyut jantung akan mencapai kapasitas optimal manusia.

4.         Ada hubungan antara perubahan tingkat aktivitas tubuh dengan suhu tubuh yaitu jika aktivitas meningkat maka suhu tubuh juga meningkat, dan sebaliknya jika aktivitas menurun maka suhu tubuh akan menurun.

5.         Hubungan antara tingkat aktivitas dan suhu tubuh terjadi karena aktivitas berlebih akan merangsang peningkatan suhu tubuh. 

6. Suhu tubuh menjadi meningkat karena aktivitas yang dilakukan banyak dan tubuh menyesuaikan dengan meningkatkan suhu tubuh.

7.         Pengeluaran keringat melalui keringat terjadi sebagai efek peningkatan suhu tubuh yang melewati batas kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan rangsangan produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan norefineprin.

8.     Terdapat pengaturan antara aktivitas dari sistem pernapasan dan sistem sirkulasi darah karena pada saat bernafas oksigen yang masuk akan diikat oleh hemoglobin yang terdapat pada darah. Sehingga oksigen diangkut oleh darah. Oksigen masuk ke dalam tubuhg melalui inspirasi dari rongga hidung sampai alveolus. Di alveolus oksigen mengalami difusi ke kapiler arteri paru-paru. Masuknya oksigen dari luar menyebabkan tekanan parsial oksigen (PO2) di alveolus lebih tinggi dibandingkan dengan PO2 di kapiler arteri paru-paru. Karena proses difusi selalu terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, oksigen akan bergerak dari alveolus menuju kapiler arteri. Oksigen di kapiler arteri diikat oleh eritrosit yang mengandung hemoglobin sampai jenuh. Makin tinggi tekanan parsial oksigen di alveolus, semakin banyak oksigen yang terikat oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen yang berikatan dengan hemoglobin akan membentuk oksihemoglobin. Reaksi antara hemoglobin dan oksigen berlangsung secara bolak-balik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu, pH, konsentrasi oksigen dan karbon dioksida serta tekanan parsial. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke jaringan tubuh yang kemudian akan berdifusi masuk ke sel-sel tubuh untuk digunakan dalam proses respirasi. Di dalam sel-sel tubuh atau jaringan tubuh, oksigen digunakan untuk proses respirasi di dalam mitokondria sel. Semakin banyak oksigen yang digunakan oleh sel-sel tubuh, semakin banyak karbondioksida yang terbentuk dari proses respirasi. Hal tersebut menyebabkan PCO2 dalam sel-sel tubuh lebih tinggi dibandingkan PCO2 dalam kapiler vena sel-sel tubuh. Oleh karena itu, karbondioksida dapat berdifusi dari sel tubuh ke kapiler vena sel tubuh yang kemudian akan dibawa oleh eritrosit menuju paru-paru. Di paru-paru terjadi difusi CO2 dari kapiler vena menuju alveolus. Proses tersebut terjadi karena tekanan parsial CO2 pada kapiler vena lebih tinggi daripada tekanan parsial CO2 dalm alveolus. Karbondioksida akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh melalui ekspirasi.

9.         Peredaran darah manusia dibedakan menjadi 2, yaitu peredaran darah besar (sistematik) dan peredaran darah kecil (pulmonari).

a.         Peredaran Darah Pulmonari

Darah miskin oksigen dari seluruh bagian tubuh terkumpul di serambi kanan, kemudian di alirkan ke bilik kanan. Bilik kanan akan memompa darah ke dalam batang paru-paru. Saat darah mengalir melalui kapiler paru-paru, karbon dioksida dilepaskan dan oksigen diikat. Darah kaya oksigen kembali ke serambi kiri melalui venula paru-paru yang bergabung membentuk vena paru-paru. secara garis besar, urutan peredaran darah pulmonari adalah ventrikel kanan (bilik kanan) → arteri pulmonalis → paru-paru → vena pulmonalis → atrium kiri (serambi kiri).
b.         Peredaran Darah Sistematik
Darah kaya oksigen dari serambi kiri masuk ke bilik kiri. Saat bilik kontraksi, darah menuju aorta. Kemudian darah menuju cabang aorta, lalu ke jaringan, setelah itu ke vena dan vena kava lalu kembali lagi ke jantung di serambi kanan. Urutan peredaran darah sistematik adalah ventrikel kiri (bilik kiri) → aorta → arteri → arteriola → kapiler → venula → vena → vena kava superior → vena kava inferior → atrium kanan (serambi kanan).
 Mekanisme regulasi sistem pernapasan
Proses pernapasan pada manusia dapat terjadi secara sadar maupun tidak sadar. Dalam pernapasan selalu terjadi dua siklus, yaitu inspirasi (menghirup udara) dan ekspirasi (menghembuskan udara). Berdasarkanb cara melakukan inspirasi dan ekspirasi serta tempat terjadinya, manusia dapat melakukan dua mekanisme pernapasan yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.
a.         Pernapasan dada
Proses inspirasi diawali dengan berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga menyebabkan terangkatnya tulang rusuk. Keadaam ini mengakibatkan rongga dada membesar dan paru-paru mengembang. Paru-paru yang mengembangmenyebabkan tekanan udara rongga paru-paru menjadi lebih rendah dari tekanan udara luar. Dengan demikian, udara luar masuk ke dalam paru-paru.
b.        Pernapsan perut
Mekanisme proses inspirasi pernapasan perur diawali dengan berkontraksinya otot diafragma, sehingga diafragma yang semula melengkung berubah menjadi datar. Keadaan diafragma yang datar mengakibatkan rongga dada dan paru-paru mrngrmbang. Tekanan udara yang rendah dalam parau-paru menyebabkan udara dari luar ke dalam paru-paru
10.     Mekanisme regulasi suhu tubuh
Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik. Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu tubuh inti telah melewati batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap (set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan terangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap.
Tubuh kita dilengkapi berbagai sistem pengaturan canggih, termasuk pengaturan suhu tubuh. Manusia memiliki pusat pengaturan suhu tubuh (termostat), terletak di bagian otak yang disebut dengan hipotalamus. Pusat pengaturan suhu tubuh itu mematok suhu badan kita di satu titik yang disebut set point.
Hipotalamus bertugas mempertahankan suhu tubuh agar senantiasa konstan, berkisar pada suhu 37°C. Itu sebabnya, di mana pun manusia berada, di kutub atau di padang pasir, suhu tubuh harus selalu diupayakan stabil, sehingga manusia disebut sebagai makhluk yang mampu beradaptasi. Termostat hipotalamus bekerja berdasarkan asupan dari ujung saraf dan suhu darah yang beredar di tubuh. Di udara dingin hipotalamus akan membuat program agar tubuh tidak kedinginan, dengan menaikkan set point alias menaikkan suhu tubuh. Caranya dengan mengerutkan pembuluh darah, badan menggigil dan tampak pucat.
Sedangkan di udara panas, hipotalamus tentu saja harus menurunkan suhu tubuh untuk mencegah heatstroke. Caranya dengan mengeluarkan panas melalui penguapan. Pembuluh darah melebar, pernapasan pun menjadi lebih cepat. Karena itu, pada saat kepanasan, selain berkeringat, kulit kita juga tampak kemerahan (flushing).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    KESIMPULAN

Dari percobaaan tentang regulasi dan homeostasis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1.         Setiap organ dalam tubuh saling berhubungan ketika melakukan berbagai aktivitas. Pada saat tubuh bekerja keras, sistem organ pernafasan dan sistem transportasi / sirkulasi saling berkoordinasi, sehingga dalam kedua sistem tersebut terdapat hubungan yang saling melengkapi.
2.         Bentuk koordinasi yang terjadi antara sistem organ pernapasan dan sistem organ sirkulasi pada saat tubuh bekerja keras adalah ditandai dengan denyut nadi yang lebih cepat diikuti dengan hembusan nafas yang lebih cepat dibandingkan pada saat tubuh tidak melakukan aktivitas.
3.         Pada saat bekerja keras, tubuh mengeluarkan cairan keringat sebagai proses dari ekskresi yang mengeluarkan zat sisa yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Hal ini terjadi karena sistem yang bekerja lebih cepat sehingga merangsang kelenjar keringat untuk memproduksi cairan yang tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Berbeda hal ketika tubuh dalam keadaan tenang, tubuh lebih jarang bahkan sedikit mengeluarkan keringat karena sistem yang bekerja dalam keadaan normal sehingga tidak ada cairan yang harus dikeluarkan.
4.         Pengaturan suhu tubuh merupakan proses dari regulasi. Ketika tubuh tidak melakukan aktivitas, suhu tubuh akan normal karena sistem organ yang bekerja dalam keadaan yang normal. Akan tetapi ketika tubuh bekerja keras, suhu tubuh cenderung meningkat dari keadaan normal karena sistem-sistem organ bekerja lebih cepat dibandingkan pada saat kondisi tenang, yang dipacu oleh aktivitas-aktivitas berat yang kita lakukan.

B.     SARAN

1.      Bagi peneliti selanjutnya untuk lebih giat dalam mengamati suatu masalah atau penelitian, sehingga akan didapatkan hasil yang maksimal.
2.      Bagi pembaca untuk senantiasa giat berolahraga karena efek yang ditimbulkan sangat bermanfaat bagi tubuh.
3.      Sistem-sistem yang bekerja dalam tubuh akan bekerja dengan baik dan maksimal jika kondisi tubuh selalu dijaga kesehatannya.

 
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Campbell, Neil. 2010. Biologi Campbell Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Francis, Caia. 2006. Perawatan Respirasi. Jakarta: Erlangga.
Fried, George H. 2005. Biologi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.
Grolier. 1976. Tubuh Manusia Jakarta: Widyadara.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Subahar, Syamsudin ST. 2009. Biologi 2. Jakarta: Quadra.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar