Organisme Halofilik Secara Singkat

Pernahkah mendengar istilah “organisme halofilik?” Makhluk hidup yang menarik ini mampu beradaptasi untuk hidup di beberapa lingkungan paling keras di bumi, habitat dengan kadar garam yang tinggi seperti danau garam, dataran garam, dan rawa-rawa garam. Organisme halofilik telah mengembangkan adaptasi yang unik untuk bertahan hidup di lingkungan ini. Kondisi lingkungan hidupnya yang ekstrim menjadikannya subjek studi yang menarik bagi para ilmuwan.

Sampel penumbuhan bakteri, dengan media tanam LB dengan kadar garam 10%. Tiga  dari lima sampel berhasil tumbuh, yang merupakan bakteri halofilik

Organisme halofilik diklasifikasikan lebih jauh dalam 3 kelompok: halofilik ringan, moderat, dan ekstrim. Organisme halofilik ringan dapat memerlukan kadar garam 1 - 5% (0.17 – 0.85 M), halofilik moderat 5 - 15% (0.85 - 2.56 M), dan halofilik ekstrim 15 - 30% (2.56 - 5.13 M) (1, 2). Sebagai pembanding, air laut umumnya memiliki kadar garam sekitar 3.5% (0.60 M) saja.

Organisme halofilik memerlukan garam untuk proses metabolisme dan pertumbuhannya, berbeda dengan organisme halotoleran yang meskipun dapat hidup di lingkungan kadar garam tinggi, namun tidak memerlukan garam untuk pertumbuhannya (1).

Kadar garam yang tinggi menggambarkan kondisi lingkungan yang ekstrim, sehingga organisme halofilik harus memiliki mekanisme adaptasi yang baik agar bisa bertahan hidup. Mekanisme adaptasi mereka antara lain adalah memanfaatkan teknik salting-in dan salting-out (3). Mekanisme yang paling umum dimiliki oleh organisme halofilik adalah salting-out, dimana mereka berusaha untuk menjaga keseimbangan sodium (Na) dalam sitoplasma dan melawan tekanan osmotik dari luar yang diakibatkan karena tingginya kadar garam lingkungan dengan cara mensintesis atau mengumpulkan senyawa organik terlarut (osmoprotektan) ke dalam sitoplasma (3, 4). Senyawa organik ini umumnya berbentu zwitter ion atau bermuatan netral, contohnya adalah protein, gula, poliol, atau turunan-turunannya.

Mekanisme kedua adalah dengan salting-in, dimana organisme halofilik menyimpan ion potassium (K+) dalam bentuk KCl dengan konsentrasi sekitar 37% di dalam sitoplasma. Umumnya mekanisme ini hanya dimiliki oleh keluarga halofiliks ekstrim Halobacteriaceae, Halanaerobiales, dan Salinibacter ruber (3).

Kesimpulannya singkatnya adalah, organisme halofilik adalah organisme yang dapat hidup di habitat yang memiliki kadar garam tinggi dengan memanfaatkan kemampuannya dalam meregulasi garam dengan optimal.

Daftar Pustaka

  1. Kushner, D.J. 1968. Halophilic Bacteria. In: Advances in Applied Microbiology. . pp. 73–99. 
  2. Ollivier, B., P. Caumette, J.L. Garcia, and R.A. Mah. 1994. Anaerobic bacteria from hypersaline environments. Microbiol. Rev. 58:27–38. 
  3. Bremer, E., and R. Krämer. 2019. Responses of microorganisms to osmotic stress. Annu. Rev. Microbiol. 73:313–334. 
  4. Santos, H., and M.S. da Costa. 2002. Compatible solutes of organisms that live in hot saline environments. Environ. Microbiol. 4:501–509.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar